header

Tak Sekadar Merawat, I Made Aditiasthana Pengobar Semangat Pasien Diabetes dan Difabel

Posting Komentar

Aditiasthana

Matahari baru merangkak naik ketika kursi roda Made Suparmi mendekati sebuah klinik di sudut kota Singaraja. Hari ini, lelaki 41 tahun itu kembali mendapat perawatan luka di kaki kirinya. Telapak kakinya mulai menghitam, beberapa bagian kulit ada yang mengelupas. Diabetes menyebabkan lukanya berkepanjangan. Perkara tertusuk duri kecil, namun luka itu tak kunjung sembuh.

Dengan sigap, pria lulusan ilmu keperawatan menyambutnya dengan ramah. Namanya, I Made Aditiasthana. Senyum hangat pemilik klinik itu menjadi pembuka salam kepada Made Suparmi. Made Aditiasthana atau kerap disapa Adit, segera menurunkan Made Suparmi dari kursi roda, memapah, hingga membaringkannya di ruang perawatan.

Sebagai perawat profesional luka diabetes, Adit langsung mengenakan handscoon dan masker. Dengan perlahan, lelaki 30-an tahun itu membuka satu demi satu helaian kasa putih yang melilit kaki Made Suparmi. Tak ada rasa jijik atau ngeri pada dirinya. Dengan lembut, Adit mulai melakukan pembersihan luka.

Aroma antiseptik menguar di ruangan klinik Ganesha Care, milik Adit. Made Suparmi merupakan satu dari banyaknya pasien diabetes di Singaraja, Buleleng, yang dirawatnya. Gula darah Made Suparmi pernah menembus angka 500 mg/dL, jauh di atas kadar normal orang dewasa yakni 90-140 mg/dL. Masalah obesitas hingga mencapai 80 kilogram pun pernah dialaminya. Gaya hidupnya dulu yang gemar minum alkohol telah menuntun Suparmi menjadi satu dari ribuan penderita diabetes melitus di Bali.

Sudah hampir sebulan Suparmi tidak bisa bekerja. Sedangkan biaya perawatan luka diabetes tidaklah murah. Jika tidak dirawat, lukanya bisa menimbulkan infeksi. Ini berarti kesehatannya dalam bahaya. Di tengah kekalutan pikiran itu, muncul sosok I Made Aditiasthana yang memberi jalan cahaya.

I Made Aditiasthana adalah lulusan Universitas Udayana tahun 2012. Sejak mengabdikan diri di kampung halaman di Singaraja tahun 2014, Adit membuka program 'Perawatan Luka Tanpa Tarif', khusus bagi masyarakat ekonomi rendah.

"Jika bertemu orang yang mengalami kesulitan ekonomi, maka saya akan mengatakan: silakan Bapak datang ke rumah saya, saya rawat lukanya, Bapak bisa bayar seikhlasnya atau bahkan gratis," ucap Adit mengawali cerita.

Angka Penderita Diabetes Melitus yang Mengkhawatirkan


Kisah Made Suparmi hanyalah satu potret kecil dari ancaman besar bernama diabetes. Diabetes Melitus (DM) atau penyakit kencing manis adalah penyakit paling mematikan nomor tiga di dunia, setelah stroke dan jantung.

Indonesia (bahkan) menempati posisi kelima dengan 19,7 juta penderita pada tahun 2021. Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 dan Riskesdas tahun 2018 menunjukkan kurva peningkatan penderita diabetes, dengan total 28,6 juta penduduk usia 20-79 tahun mengalami DM Tipe 2 atau setara prevalensi 10,6% menurut laporan Atlas IDF tahun 2021.

Khusus di Bali, angka kasusnya cukup mengkhawatirkan. Terdapat sebanyak 14.353 penderita diabetes di Denpasar, di Buleleng sebanyak 6.849 orang, dan terdapat 6.328 pasien DM di Gianyar (sumber: Dinas Kesehatan Bali, 2020).

Di balik angka-angka itu, ada manusia seperti Made Suparmi yang berjuang menahan nyeri, kehilangan daya gerak, dan sering kali berakhir dengan kehilangan anggota tubuh sekaligus harapan hidup.

I Made Aditiasthana
I Made Aditiasthana sedang melakukan perawatan luka pasien diabetes di rumah penduduk.  (Sumber instagram.com/ganeshacareganec)

Namun, berkat tangan-tangan mulia seperti Aditia, luka-luka itu terus dirawat hingga jiwa-jiwa yang mulai kehilangan arah menemukan semangatnya kembali. Bukan hanya sembuh, tapi juga menjadi awal baru untuk menapaki hidup dengan harapan yang diperban oleh kepedulian.

"Ketika pasien pertama yang saya rawat itu sembuh, ada rasa tersendiri yang tidak bisa diungkapkan. Oh, ternyata kepuasan itu bukan hanya dari seberapa besar saya dibayar, tetapi justru ketika pasien yang kita rawat mendapat kesembuhan karena jasa kita," ucap pria 36 tahun itu.

Tak Sekadar Merawat Luka di Raga, Tapi Juga Luka di Jiwa


Di balik senyum tenang dan tutur lembutnya, I Made Aditiasthana menyimpan cerita panjang tentang perjuangan dan dedikasi pada profesinya. Sebagai perawat yang pernah menikmati kehidupan mapan di Bali, dirinya tak segan berkeliling kampung dengan motor untuk merawat pasien gula.

Di Bali jasanya dihargai sebesar Rp 450 ribu per sekali perawatan. Satu pasien bisa dirawat 10-15 kali. Secara finansial, kariernya itu menjanjikan disana.

Perawat Aditiasthana
Senyum Aditia bersama pasien DM setelah dilakukan perawatan luka (Sumber: Instagram.com/ganeshacareganec)

Namun, bak bumi dan langit ketika Aditia pulang ke kampung halaman di Singaraja. Di sana, ia melihat banyak penderita diabetes yang hidup dalam keterbatasan ekonomi. Luka mereka dibiarkan menganga karena biaya perawatan terlalu mahal. Hatinya terketuk, jiwanya tertegun.

"Luka diabetes itu harus dirawat. Minimal 2 hari sekali. Jika tidak dibersihkan, bisa menyebabkan infeksi. Jiwa penderita jadi taruhan," ungkap Adit.

Saat itulah ia mengambil keputusan yang mengubah hidupnya, menurunkan tarif. Dari ratusan ribu hingga hanya puluhan ribu rupiah saja, seikhlasnya, bahkan dirinya memberikan perawatan gratis bagi yang tak mampu.

Program yang ia beri nama “Perawatan Luka Tanpa Tarif” ini perlahan menjadi oase bagi banyak pasien diabetes di Bali Utara. Bersama istrinya yang juga seorang perawat, Aditia meracik obat herbal sederhana guna menekan biaya operasional. Ia juga mencari donatur serta menerapkan sistem subsidi silang dari pasien mampu kepada pasien pra-sejahtera.

Dari ruang perawatan kecil di rumahnya, Aditia menyalakan lilin harapan bagi ribuan penderita diabetes yang hampir kehilangan semangat hidup. Ia tak hanya merawat luka di raga, tapi juga luka yang mengendap di jiwa.

Dari Sampah Menjadi Asa Penderita Sakit Gula


Dari luka yang tak kunjung kering, Aditia belajar bahwa penderita diabetes tak hanya kehilangan rasa, tapi juga kadang kehilangan anggota badan. Banyak dari mereka yang harus menghadapi amputasi, terutama di usia produktif. Tanpa kaki, tangan, mereka kehilangan pekerjaan, rasa percaya diri, bahkan semangat untuk melanjutkan hidup.

Melihat kenyataan itu, Aditia tak bisa tinggal diam. Ia tahu, harga kaki palsu di pasaran mencapai belasan juta rupiah. Angka yang mustahil dijangkau pasiennya. Dari keprihatinan itulah lahir ide 'gila' tapi inovatif, yakin membuat kaki palsu dari sampah plastik daur ulang.

Kaki palsu dari YKKS
Dari sampah plastik botol bekas, Adit dan Beni menyulapnya menjadi kaki palsu (kiri). Beni sedang mengajarkan penerima kaki palsu untuk belajar berjalan (kanan). Sumber: instagram.com/karfaindonesia

Adit pun menggandeng sahabatnya, Pande Made Beni Ariadi, anak dari seorang pembuat kaki palsu. Aditia dan Beni mulai bereksperimen. Modalnya hanya Rp 8.000.000,- saja. Selebihnya adalah semangat, dan tumpukan botol plastik bekas.

Butuh waktu berminggu-minggu untuk menemukan formula yang pas, tapi akhirnya mereka berhasil menciptakan kaki palsu ramah lingkungan dengan bahan utama 2-3 kilogram sampah plastik. Harganya juga ramah di kantong. Mahakarya Adit dan Beni berupa kaki palsu ini diberi nama Karfa atau Karya Difabel.

“Pembuatan kaki palsu ini butuh waktu 3-5 hari pembuatannya. Tapi nilai sesungguhnya bukan di bahan atau waktu, melainkan senyum orang yang bisa berjalan lagi,” tutur Aditia.


Mendirikan Yayasan Kaki Kita Sukasada (YKKS)


Dari inovasi sampah menjadi Karfa itu, berdirilah Yayasan Kaki Kita Sukasada (YKKS) pada Oktober 2019 di Buleleng. Yayasan ini menjadi rumah bagi mereka yang sempat kehilangan langkah. YKKS menjadi tempat dimana pasien diabetes, relawan, dan penyandang disabilitas saling menguatkan.

YKKS
Selain kaki palsu, Yayasan Kaki Kita Sukasad juga memproduksi berbagai peralatan rumah tangga seperti stool, meja, dan aksesoris wanita dari plastik daur ulang. (Sumber: Karfa Indonesia)

Seiring berjalannya waktu, Karfa juga mengembangkan produk olahan sampah lainnya, seperti meja, peralatan rumah tangga, hiasan, anting, dan berbagai aksesoris lainnya. Menurut Adit, Karfa memang dikonsep sebagai karya difabel untuk difabel. Dirinya memberdayakan para penyandang disabilitas untuk ikut membuat kaki palsu dari sampah plastik. Mereka terlibat dalam pengamplasan, pengecatan, hingga pengemasan.

Untuk mendukung program YKKS, kaki palsu Karfa dijual seharga Rp 1,5 juta per unitnya atau bisa diberikan gratis bagi pasien difabel ekonomi rendah. Agar selalu bisa terus merawat pasien luka dengan ekonomi rendah, Aditia mengalokasikan sebanyak 10% keuntungan Karfa digunakan untuk menjalankan program sosial YKKS.

Hingga kini, Aditia melalui YKKS telah memberikan 22 kaki palsu gratis, mempekerjakan 12 orang di Karfa (7 di antaranya difabel), dan membantu ribuan pasien luka diabetes melalui kliniknya, Ganesha Care di Sukasada.

“Saat ini lebih dari 50% orang yang bekerja di Karfa itu adalah difabel. Kedepannya kami berharap bisa menyerap hingga 90% kaum difabel,” ujar Adit penuh keyakinan.

Pengakuan & Apresiasi Tingkat Nasional


Usaha Aditia merawat luka pasien gula ternyata mendapat apresiasi dari Astra tbk, melalui program SATU Indonesia Awards ke-15 tahun 2024 bidang kesehatan. Juara 3 UMKM Kreatif Hari Bung Karno tahun 2021 ini menjadi salah satu para penerima penghargaan bergengsi itu. 

Sesuai dengan tema program Astra 'Bersama, Berkarya, Berkelanjutan', I Made Aditiasthana menjadi salah satu pemenang program SATU Indonesia Awards 2024 dengan judul 'Merawat Luka, Menyembuhkan Asa Pasien Diabetes'. Usahanya merawat pasien diabetes bukan hanya mampu memberi harapan hidup tetapi juga memberi semangat hidup.

“Bagi saya, penghargaan itu bukan puncak, tapi pengingat bahwa perjuangan ini masih panjang,” katanya.

Di tangan I Made Aditiasthana, luka bukan lagi akhir dari kisah hidup melainkan awal dari perubahan. Dari luka para pasien, ia belajar arti keteguhan. Dari air mata mereka, ia menemukan makna pengabdian.

Ia mungkin tak memiliki klinik yang mewah atau donatur yang kaya, tapi ia memiliki hati yang tak pernah berhenti berbuat baik. Ketika banyak orang berlomba mencari kesuksesan untuk diri sendiri, Aditia justru sibuk menciptakan kesembuhan untuk orang lain.

Kaki palsu untuk difabel
Upaya Adit dan Beni mengembalikan semangat hidup pasien diabetes di Singaraja, Buleleng. (Sumber: Yayasan Kaki Kita/ Ganesha Care/ Karfa Indonesia)
“Setiap langkah mereka adalah langkah saya juga. Saya ingin mereka tahu, kehilangan satu bagian tubuh bukan berarti kehilangan seluruh harapan,”tutupnya.

Program “Perawatan Luka Tanpa Tarif” dan inovasi kaki palsu dari sampah plastik bukan sekadar gerakan sosial. Ini adalah bukti bahwa kepedulian bisa menjadi teknologi paling canggih untuk menyelamatkan manusia.

Dari sosok Aditiasthana kita belajar bahwa keberhasilan profesi tenaga kesehatan bukan dari seberapa besar jumlah bayaran, tapi seberapa besar kepedulian. I Made Aditiasthana membuktikan bahwa dirinya bukan sekadar perawat, tetapi juga pengobar semangat bagi pasien diabetes dan kaum difabel. ***
#APA2025-BLOGSPEDIA

Referensi:

Review kebijakan Diabetes Melitus berbasis transformasi sistem Kesehatan dan outlook 2025 (Diakses 10 Oktober, 2025)
https://lms.kemkes.go.id/courses/acdcbe95-9e14-4b6b-9ffd-305e13989c8e
Kaki Palsu dari Sampah Plastik untuk Penyandang Cacat (Diakses Oktober 12, 2025)
https://koranbuleleng.com/2020/10/11/kaki-palsu-dari-sampah-plastik-untuk-penyandang-cacat/
Karya I Made Aditiasthana di Bidang Lingkungan dan Disabilitas (Diakses Oktober 09, 2025)
https://www.indonesiana.id/read/164334/karya-i-made-aditiasthana-di-bidang-lingkungan-dan-disabilitas
Yayasan Kaki Kita Sukasada Buat Kaki Palsu dari Bahan Daur Ulang Kampanye Bring Back Our Bottles (Diakses Oktober 10, 2025)
https://www.tribunnews.com/nasional/2023/04/05/yayasan-kaki-kita-sukasada-buat-kaki-palsu-dari-bahan-daur-ulang-kampanye-bring-back-our-bottles
Merawat Luka, Menyembuhkan Asa Pasien Diabetes (Diakses Oktober 10, 2025)
https://youtu.be/DnPawW7AdKY
Instagram Ganesha Care (Diakses Oktober 10, 2025)
https://www.instagram.com/ganeshacareganec
Instagram Yayasan Kaki Kita (Diakses Oktober 10, 2025)
https://www.instagram.com/yayasankakikita
Tulisan MQ
Hi I'm Yunniew, nice to know that you sure interest visit to my blog. Here's my journey. If any inquiries or campaign please drop an email to Yunniew@gmail.com
Terbaru Lebih lama

Related Posts

Posting Komentar