header

Banyu Biru (Bagian 3)

6 komentar
  
Cerbung Banyu Biru

Udara kampung Kijang hari itu cukup bersahabat menyambut kedatangan Karin dan keluarganya. Baru sehari mereka datang ke tempat yang biasa dilalui kereta listrik itu.

Rumah baru yang mereka tempati pun cukup luas, bahkan jauh lebih luas. Tidak seperti ketika masih tinggal di desa Kauman kemarin, rumah dinas yang mereka tempati di sana cukup sederhana. Meski begitu mereka cukup bahagia tinggal disana, terutama Karin. Karena tinggal di desa Kauman, itu artinya Karin bisa lebih dekat dengan saudaranya, Delima.

Dari Desa Kauman juga, akhirnya Karin bisa mendapatkan anugerah seorang bayi laki-laki yang diberi nama Banyu Biru Hadi Darma. Karin dan Darma biasa memanggilnya dengan panggilan Bayu.

Bayi ini, meski bukan anak kandung Karin dan Darma, tapi mereka sangat menyayangi Bayu. Apalagi Berry, anak semata wayang mereka sangat senang dengan kehadiran anggota keluarga baru. Kehidupan keluarga ini menjadi lebih 'ramai'.

Namun kebahagiaan mereka ternyata tidak bertahan lama, justru kepindahan mereka ke kampung Kijang, di sudut kota Palembang inilah babak baru kehidupan keluarga Karin dan Darma menjadi horor.

Di bulan pertama kepindahan mereka menempati rumah dinas Darma. Suasana rumah mereka terasa 'dingin'. Aura mistis yang terasa dari rumah berlantai 2 itu sangat kentara. Rumah dengan aksen rumah industrialis, dengan segitiga lengkap dengan tanjakan berundak di teras rumah. Dibuat mirip dengan tatanan sawah di kaki gunung, bedanya ini dibuat dengan tampilan modern dengan batu dan keramik.

Di sisi kiri kanan, adalah taman bunga lengkap dengan tanaman bunga yang cantik. Memasuki halaman rumah ini, karin dan Darma sangat tergila-gila dengan pemandangan asri dan sejuk. Tanaman rumput hijau juga menghiasi pemandangan di pelataran rumah. Sepertinya si empunya rumah ini dulunya sangat mencintai tanam-tanaman.

Terbukti semua sudut halaman dipenuhi bunga yang tertata rapi. Katanya dulu rumah itu dihuni oleh sebuah keluarga dengan 7 orang anak. Ramai sekali. Namun, semua anak-anak yang punya rumah tidak mau menempati rumah itu ketika ayah ibu mereka tiada. Katanya rumah itu hawanya 'dingin'.

Istilah hawa dingin ini karena menurut kepercayaan warga kampung Kijang, diberikan untuk rumah yang ada 'penghuni gelap'. Karin sudah mendengar cerita ini ketika seminggu kedatangannya, ada desas desus warga yang di didengarnya setelah mereka bertanya tempat tinggalnya. Ketika ibu Berry dan Bayu itu menunjukkan rumah semi abu berlantai dua itu, warga langsung kaget. Rupanya ada yang berani tinggal di rumah itu, begitu celetuk mereka.

Kata warga sekitar rumah itu, sudah lama di pasang plang untuk dijual, namun belum ada peminatnya. Sehingga di ganti dengan di sewakan, katanya setiap orang yang menyewa rumah itu tidak akan bertahan lama. Mereka akan berhenti menyewa rumah itu dengan berbagai alasan, entah karena anaknya sakit, tidak bisa tidur bahkan anaknya menjadi hilang tak berjejak.

Penghuni terakhir rumah itu, memiliki anaknya yang berusia 7 tahun. Baru sebulan menempati rumah itu kemudian sang anak hilang saat bermain di halaman belakang. Halaman belakang memang tidak akses keluar. Temboknya dibuat tinggi sekitar 2 meter. Pagar atasnya pun ditambahi dengan kawat berduri. Jadi mustahil kalau anak usia 7 tahun bisa melewatinya. Meski di belakangnya juga memiliki rumah yang lebih kurang sama, namun tidak akan ada interaksi yang bisa dilakukan lewat halaman belakang ini.

Hilang selama 5 hari, membuat penghuni lama rumah itu melaporkan kejadian itu ke polisi. Aparat kepolisian pun sempat melakukan penyelidikan di lokasi. Namun kata warga tidak ditemukan tanda-tanda adanya kasus penculikan atau semacamnya.

"Kami, tidak melihat adanya tanda-tanda orang luar masuk ke rumah ini. Tapi kami akan tetap melakukan penyelidikan" begitu kata polisi yang menangani kasus pada saat itu.

Beberapa hari melakukan penyelidikan belum membuahkan hasil. Membuat orangtua penghuni rumah lama meminta bantuan 'orang pintar'.
Kemudian akhirnya bocah laki-laki berusia 7 tahun itu ditemukan berada di balik pintu kamar belakang.

Merinding!

Mendengar semua cerita itu sebenarnya Karin bergidik, namun dia masih berusaha menenangkan hatinya. Dia juga tidak menceritakan apapun pada suaminya. Khawatir sang suami malah menyalahkannya karena terlalu banyak mendengarkan omongan tetangga.

***

"Assalamualaikum.. Bunda pulang!"
Salam Karin pada suaminya yang sedang duduk di kursi depan, sambil membelakangi pintu. Suaminya tidak menjawab hanya fokus pada laptop dihadapannya.

Karena tak ingin mengganggu Karin memutuskan untuk melanjutkan pekerjaan rumahnya hari itu. Hari itu memang suaminya tidak masuk kantor, karena harus ke bengkel. Kemarin Darma sudah izin pada atasan untuk cuti hari itu.

Jam menunjukkan pukul 10.15 WIB. Sudah satu jam sejak Karin puang dari belanja kebutuhan dapur tadi di warung dekat rumah. Karena lelah, Karin memutuskan untuk istirahat sejenak. Diliriknya suaminya masih fokus pada laptopnya. Tak ingin mengganggu, wanita itu memutuskan membuka hp nya.

Dilihatnya beberapa pesan pada group whatsapp, satu persatu dibaca celoteh teman-temannya disana. Terkadang Karin tertawa geli sendiri. Tak sadar ada suara pesan masuk dari orang tercinta, Darma.

Hmm di dekatnya pun Darma suka berkirim pesan romantis. Pikir Karin. Dibukanya pesan sang suami,

"Bun, ayah pulang agak lama ya, masih di bengkel nih. Sepertinya agak siang baru bisa pulang!"
Terang suaminya di pesan whatsapp.

"OK!" seketika Karin membalas.

Wait! Ada yang aneh, pikirnya.
Dilihatnya lagi pesan di gawainya, benar suaminya yang menulis! Bahkan dia masih terlihat online pada statusnya.

Jika yang berkirim pesan adalah suaminya yang masih di bengkel. Lantas, siapa yang duduk membelakanginya di ruang tamu tadi?

Karin bergidik, gemetar.

**Bersambung ke bagian 4**
Tulisan MQ
Hi I'm Yunniew, nice to know that you sure interest visit to my blog. Here's my journey. If any inquiries or campaign please drop an email to Yunniew@gmail.com

Related Posts

6 komentar

Posting Komentar