header

Banyu Biru (Bagian 4)

2 komentar
  
Cerbung Banyu  Biru

Karin menutup matanya, badan seketika gemetar. Dia merasa lemas, tak berkutik. Berusaha menutup matanya dan membenamkan wajahnya di balik bantal sofa bed. Dia takut membayangkan apa yang baru saja dilihat dan terjadi padanya.

Mulutnya terus saja komat kamit entah apa yang dibaca, ketakutan begitu melandanya padahal hari itu menjelang tengah hari. Dia ingin menelepon Darma, tapi jari jemarinya masih saja tak berdaya. Bibirnya kelu. Masih jelas dalam ingatan Karin bahwa sosok yang duduk di sudut ruang tamu itu adalah suaminya. Mirip sekali. Dia sebenarnya ingin mengintip, meyakinkan dirinya lagi tapi tak ada daya.

Dia jadi teringat celoteh ibu-ibu di warung sayur tempo hari, bahwa di rumah ini memang kerap tampak sosok laki-laki dewasa. Waktu itu Karin hanya menanggapi santai celoteh itu, karena menurutnya hal itu biasa saja. Bahkan jika kita tidak mengganggu, maka pasto sosok itu tak akan mengganggu. Begitu pikir Karin saat itu.

Namun berbeda dengan situasi kali ini, Karin seolah kehilangan seluruh keberaniannya. Dia sudah lemas tak berdaya.

Satu hal yang membangkitkan keberanian Karin adalah Bayu. Bayi kecilnya itu terakhir ia tinggalkan dalam keadaan terlelap di kamar.

"Bayu! Aku harus melihat Bayu" pikir Karin.

Dengan segala sisa keberanian yang ada, dikumpulkannya sisa-sisa tenaganya. keberanian yang hampir hilang perlahan mulai muncul kembali.

Karin bergegas ke kamar, tanpa berani menoleh ke arah ruang tamu. Bulu kuduknya masih merinding saat itu. Setengah berlari ia menuju ke kamarnya. Ingin rasanya ia segera bisa memeluk buah hati kesayangannya itu. Usaha menuju ke kamar dirinya dan Bayu cukup jauh terasa bagi Karin.

Dia harus secepat mungkin melangkah di ruang keluarga sebesar 6x15 meter itu, agak ngeri memang, terlebih rumah itu hanya sedikit memiliki ventilasi terbuka. Semua dibuat tertutup dan rapi. Jadi meski di luar sangat terang, peluang sinar matahari yang masuk sangatlah sedikit. Ruangan itu akan terasa semakin mistis dan dingin, ketika hujan. Meski peralatan yang ada masih sangat baru, tidak akan menutupi hawa 'dingin' penghuni dunia lain di rumah itu.

Kamar Karin dan Bayu berada di depan tangga naik. Sebenarnya tak jauh dari tempatnya beristirahat pagi ini. Cuma perlu melewati lorong penghubung antara ruang keluarga dan ruang tamu. Itu saja tantangannya. Karin terus saja berjalan, fokus ingin menuju ke kamar mengambil Bayu.

Dengan sekuat tenaga dia berusaha segera sampai di kamar itu. Suasana hening di dalam rumah membuat pikirannya semakin kacau. Tak biasanya rumah ini sepi pikir Karin. Anak sulungnya biasanya yang paling membuat suasana rumah mendadak ramai. Tapi tidak kali ini. Pagi tadi Berry sengaja ingin ikut bersama ayahnya ke Bengkel, katanya hendak jalan-jalan.

Ah jika tahu keadaan bakal begini, tentu Karin tidak mengizinkan Berry ikut. Ditengah ketakutan yang semakin menjadi.

Tiba-tiba, plak!
Sebuah tangan dingin menepuk pundak Karin. Ya Tuhan apa lagi ini?? Gerutu Karin. Punggung tangan berbulu dan dingin sangat terasa, saat tangan menepuk pundak Karin. Tak berani menoleh. Jantungnya terasa mau copot.

"Ya Tuhan tolong aku!!" pinta Karin mengiba dalam hati.

Keadaan semakin mencekam, dengan segala sisa keberanian yang ada Karin menoleh ke arah punggung tangan itu,

"Sss.... Siapa Kamu!!??" mata Karin terbelalak, wajahnya semakin ketakutan. Keringat jagung dan keringat dingin bersatu membawa satu rasa.. Takut! Karin hampir pingsan saat melihat wajah yang menepuk punggungnya itu.

*bersambung ke bagian 5*
Tulisan MQ
Hi I'm Yunniew, nice to know that you sure interest visit to my blog. Here's my journey. If any inquiries or campaign please drop an email to Yunniew@gmail.com

Related Posts

2 komentar

  1. Akkkkk siapa itu siapaaaa~ *gotong sofa ruang tamu mau ikutan nimpuk yang nepuk :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwk kuat amat mbak ini sik! Mongotong sofa segala.

      Hapus

Posting Komentar