header

Banyu Biru (Bagian 1)

2 komentar

Banyu Biru

"Eh mbak Delima sudah tahu belum kalau mbak Sumi baru melahirkan?" cerita Tina tetangga depan rumah mengawali pembicaraan hari ini, di depan tukang sayur.

Sumi adalah, seorang janda yang sudah ditinggal mati suaminya sebulan yang lalu. Saat suaminya meninggal, Sumi dalam keadaan hamil 8 bulan. Mengandung buah cinta mereka yang pertama.

"Oh ya? Alhamdulillah, Laki apa perempuan mbak anaknya Sumi?" tanya perempuan 30an tahun itu, sambil tetap fokus memilih sayur.

"Laki-laki, Mbak!" sahut perempuan berambut pendek itu

"Masya Allah, kapan kita besuk ya? Biar sekalian saja sama yang lain, kasihan kalau sendiri-sendiri kesananya. Orangnya masih capek habis lahiran" jelas Delima pada tetangganya itu.

"Iya mbak, mungkin sore sudah pulang kerumah."

"Oh ya sudah, berarti besok saja kita bareng yang lain ke rumah mbak Sumi ya."

"Beres, nanti aku yang kasih tahu sama ibu-ibu yang lain"

Delima mengangguk mengiyakan perkataan Tina. Setelah selesai membeli sayur mayur untuk hari itu, Delima langsung menuju rumahnya.

***

Delima bersiap memasak lauk pauk hari itu, segera dibersihkan ikan dan sayur asem yang dibelinya tadi. Sejurus kemudian masakan untuk makan siang sudah bertengger di meja makan kayu itu. Delima memang cekatan memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah. Sehingga dalam waktu singkat dia sudah mampu menyelesaikan semua urusan rumah tangganya hari itu.

"Ah, tinggal menunggu anak-anak pulang sekolah ini. " pikir Delima dalam hati. Diambilnya gawai berwarna silver dengan mika bening yang hampir berubah kecoklatan itu. Delima terhanyut dalam dunia maya dan segala kehebohan di dalamnya. Baru hendak melanjutkan bacaan berita artis di hpnya, tetiba suara bel di rumahnya berbunyi.

"Ting-tong... Assalamualaikum"

Di diamkan sejenak 1 oleh Delima, karena biasanya anak-anak tetangga suka iseng menekan bel rumahnya. Padahal letaknya sudah diatur agak jauh dari jangkauan anak-anak.

Pernah beberapa kali Delima buru-buru membuka pintu karena suara bel tapi ketika dilihat, anak-anak 10 tahunan sedang ngacir begitu melihat ada respon dari dalam rumah. Sejak saat itu Delima jadi lebih mawas untuk menunggu hingga bel berbunyi tiga kali.

Ternyata bel rumahnya kembali berbunyi. Delima masih selonjoran di sofa bed merah, disudut ruangan keluarga itu.

"Tenang Delima, tunggu berbunyi sekali lagi" kata Delima bergumam.

Belum selesai bunyi bel yang kedua habis, suara Tina tetangga rumah sudah lebih dulu membarengi bel ke tiga.

"Mba Delima tidur ya?"

Delima langsung kaget beranjak dari duduknya, dan bergegas menuju pintu depan. Dicarinya jilbab yang biasa tergantung di gantungan kayu. Segera dia membuka pintu depan sambil menyahut suara di luar.

"Ga kok! Lagi santai saja ini."

"Kenapa kok tumben sekali, siang gini datang?" lanjut Delima lagi. Dibukakannya pintu pagar rumahnya, sambil mempersilahkan tamunya masuk dan duduk di kursi teras rumah.

"Mbak, aku ga bisa lama-lama. Soalnya aku buru-buru. Ini diberi mandat untuk memberitahu yang lain."

"Kenapa sih Tin, buru-buru amat?" Delima menyanggah. 

"Ini cuma mau ngasih tau, kalau mbak Sumi barusan meninggal mbak."

"Astagfirullahal adzim.. Serius Tin? Ah ga percaya ah!"

"Ya Allah yuk, beneran ini aku baru dikabarin sama sepupunya itu mbak." Tina menjelaskan.

"Innalillahi wainna ilaihi rajiun...ga nyangka ya Tin, padahal kita baru berencana menjenguknya besok. Allah rupanya berkehendak lain"

"Iya mbak, ajal memang rahasia Allah ya. Ya sudah aku mau siap-sia dirumah duka dl ya mbak!"

Tina pamit tanpa menunggu jawaban dari Delima. Delima pun masih berpandangan kosong mendengar kabar kematian Sumi.

Delima jadi teringat percakapan dia dengan Sumi beberapa minggu yang lalu. Saat itu Sumi sempat bercerita tentang kekhawatiran dirinya.

Bagaimana tidak, sejak ditinggal suaminya, Sumi tidak memiliki harta benda sedikit pun. Dia merisaukan masa depan bayi yang berada dalam kandungannya. Sulit baginya untuk bergantung pada orang tua, mereka pun sudah renta.

Sebenarnya untuk ukuran usia orang tua Sumi tidak terlalu tua, tapi karena faktor ekonomi membuat penampilan mereka 10 tahun lebih tua.

Kini malahan Sumi yang tiada, bagaimana dengan nasib bayi yang baru dilahirkan Sumi? Akankah ada yang berkenan merawatnya? Atau justru sang nenek yang akan merawatnya? Entahlah dada Delima langsung sesak.

*bersambung ke bagian 2*

Tulisan MQ
Hi I'm Yunniew, nice to know that you sure interest visit to my blog. Here's my journey. If any inquiries or campaign please drop an email to Yunniew@gmail.com

Related Posts

2 komentar

Posting Komentar