Karena gejala awal yang sering terabaikan, sehingga saat di diagnosis biasanya sudah pada tingkat kusta yang parah. Mengapa? Karena gejala awal penyakit kusta menyebabkan mati rasa sehingga sering dianggap remeh. Padahal kusta yang tidak terdeteksi dini bisa menyebabkan cacat atau disabilitas.
Senin pagi (20/3) saya mengikuti live streaming tentang penyakit Kusta yang diadakan oleh jaringan radio berita KBR. Sebagai member dari komunitas 1minggu1cerita saya diundang untuk mengikuti acara yang mengangkat tema "Yuk, Cegah Disabilitas Karena Kusta"
Acara yang saya ikuti melalui streaming youtube ini, memberikan banyak pencerahan dan pembelajaran. Sebuah insightful tentang penyakit kusta, gejala awal, hingga mengapa kusta bisa menyebabkan penyakit disabilitas, di bahas tuntas pada pagi hari itu.
Seperti apa edukasinya? mari kita bahas pada tulisan MQ kali ini ya. Simak sampai habis, supaya kita bisa bersama-sama mengambil bagian dalam mencapai target Pemerintah dalam mengurangi disabilitas akibat kusta.
Angka Penderita Penyakit Kusta di Indonesia Masih Tinggi
Sebuah data menyebutkan bahwa pada tahun 2017 angka disabilitas Kusta tercatat 6,6 per satu juta penduduk. Angka ini masih cukup tinggi dari target Pemerintah untuk angka disabilitas kusta yaitu kurang dari 1 per satu juta penduduk.
Data ini tentu membuktikan bahwa kurangnya penemuan dan penanganan kasus Kusta di Indonesia. Mengapa ini bisa terjadi? Apa yang bisa dilakukan untuk mencegah disabilitas karena kusta?
Acara yang dipandu oleh host Rizal Wijaya ini telah menghadirkan dua narasumber untuk menjawabnya.
Narasumber yang hadir pada acara ini yaitu
1. Dr. dr. Sri Linuwih Susetyo, SpKK
Ketua Kelompok Studi Morbus Hansen (Kusta) Indonesia PERDOSKI, dan
2. Dul Amin
Ketua Kelompok Perawatan Diri (KPD) Kecamatan Astanajapura, Cirebon
Sering kali salah persepsi di masyarakat tentang gejala awal penyakit Kusta bahwa Kusta itu erat kaitannya dengan disabilitas. Padahal jika lebih teliti, disabilitas pada pasien kusta bisa dicegah dengan deteksi dini penyakit kusta.
Pada dasarnya penyakit Kusta bisa disembuhkan, tanpa menyebabkan kecacatan. Asalkan pasien lebih jeli menangkap gejala awal Kusta, dan mencari diagnosis yang tepat hingga dibuktikan bahwa gejala itu bukan kusta. Apa gejala awal penyakit kusta?
Menurut Ketua Kelompok Studi Morbus Hansen (Kusta) Indonesia PERDOSKI, Dr. dr. Sri Linuwih Susetyo, SpKK kuman kusta itu sendiri menyerang jaringan syaraf yang bisa menyebabkan mati rasa, kelumpuhan dan kekeringan pada kulit.
Karena menyebabkan mati rasa maka masyarakat tidak berupaya untuk melakukan pengobatan. Wong ga sakit kok, Ngapain berobat! Begitu ungkapan yang sering di dengar dari para penderita Kusta yang awalnya menjadi disabilitas.
Padahal jika didiagnosa dan ditangani sejak awal penyakit kusta bisa sembuh tanpa harus menjadi cacat.
Masih menurut dokter Sri Linuwih, meski memang kecenderungan penyakit Kusta adalah menyebabkan cacat, tetapi hal ini amat sangat mungkin bisa dicegah, bahkan dengan pengobatan rutin kusta bisa disembuhkan.
Ketua Kelompok Perawatan Diri (KPD) Kecamatan Astanajapura Cirebon, bapak Dul Amin menyebutkan jika pada penderita kusta terdapat luka yang tidak dirawat, tentu saja akan terlihat kotor dan membuat orang semakin 'ngeri' terhadap penderita kusta.
Padahal, jika dirawat dengan baik, luka pada penderita kusta sangat mungkin terlihat bersih. Bersama dengan 20 anggota KPD lainnya di kecamatan Astanajapura Cirebon, bapak Dul Amin mengajak masyarakat pasien kusta untuk rajin merawat luka.
Sebagai orang yang Pernah Mengalami Kusta (PMK) bapak Dul Amin, bersama dengan anggota KPD lainnya yang berlatar belakang sama, berharap dengan adanya KPD ini semakin banyak masyarakat paham bagaimana cara merawat luka pada pasien kusta.
Dengan sangat antusias, bapak Dul Amin menjelaskan bahwa penyakit kusta itu terjadi karena ketidaktahuan masyarakat terhadap gejala awal penyakit kusta.
Saya cukup kaget mengetahui bahwa ternyata bapak Dul Amin merupakan orang dengan PMK yang mengalami disabilitas pada bagian jari kedua tangannya.
Beliau berkisah awal mula terkena penyakit kusta. Pada tahun 2008, saat itu beliau memiliki bercak di punggung, saat itu beliau berobat ke dokter umum, namun tidak didiagnosa sebagai penyakit kusta.
Padahal menurutnya, jika dirinya mengetahui informasi tentang kusta di awal tentu disabilitas tidak akan terjadi.
Karena ketidaktahuan inilah yang menyebabkan kusta pada dirinya bertambah parah. Namun, tidak ada peristiwa tanpa hikmah, lewat dirinya mengalami luka akibat kusta ini, Ia sekarang mampu memberikan edukasi perawatan diri dan pencegahan kusta di kecamatan Astanajapura, Cirebon.
Setiap bulan kelompok Perawatan Diri ini mengedukasi masyarakat agar merawat luka dengan baik. Cara yang dilakukan oleh kelompok ini sebenarnya cukup sederhana, yaitu dengan terlebih dahulu melakukan perendaman pada bagian luka kusta setidaknya 20 menit,kemudian dilanjutkan dengan menggosok luka kusta dengan batu apung.
Cara ini, menurut laki-laki yang berusia sekitar 40 tahunan ini, luka kusta tidak terlihat kotor. Senada dengan ungkapan tersebut, Ketua Kelompok Studi Morbus Hansen (Kusta) Indonesia PERDOSKI, dokter Sri Linuwih juga menyebutkan bahwa pasien kusta yang mengalami disabilitas wajib melakukan prinsip 3M.
Berkaca dari kasus bapak Dul Amin, dokter Sri Linuwih mengingatkan bahwa jangan puas dengan berobat seadanya. Pasien kusta atau yang memiliki gejala awal kusta harus membuktikan bahwa bercak di tubuh itu bukan kusta.
Karena sangat besar peluang Kusta untuk sembuh. Bahkan pada saat minum obat dosis pertama, obat kusta bisa membunuh 95% bakteri penyebab kusta. Jika diminum secara teratur tanpa jeda, pasien kusta bisa sembuh seperti sediakala.
Mengapa pengobatan kusta bisa begitu lama, sedangkan pada pengobatan dosis pertama saja, obat kusta mampu membunuh kuman Kusta hingga 95%?
Masih menurut dokter Sri Linuwih, narasumber pagi itu, pengobatan yang lama tersebut untuk membunuh tuntas kuman penyebab penyakit kusta. Pengobatan ini juga bertujuan mematikan kuman yang tertidur (dormant) di dalam tubuh.
Mengapa pengobatan kusta tanpa jeda? Bapak Dul Amin mengatakan bahwa dirinya harus meminum obat Kusta tanpa jeda selama satu tahun. Jika terlupa maka dirinya harus mengulang pengobatan dari awal.
Hal ini juga ditanyakan kepada dokter Sri Linuwih, menurut buk dokter pengobatan rutin tanpa berhenti ini diharapkan agar menjaga kestabilan pengaruh obat di dalam tubuh. Hal ini juga bertujuan agar bakteri penyebab kusta yang ada di dalam tubuh menjadi tidak kebal (resistant).
Sesuai dengan pencapaian target Pemerintah untuk menjadikan penderita kusta kurang dari satu per satu juta penduduk, maka jika masyarakat ada yang mengalami gejala penyakit seperti Kusta, segera ke Puskesmas terdekat.
Ketika penyakit kusta didiagnosis sejak awal, peluang terjadinya disabilitas bisa dicegah. Dengan pengobatan 6 hingga 9 bulan untuk kusta kering dan 12 hingga 18 bulan untuk kusta basah, penyakit kusta bisa disembuhkan.
Dan pengobatan kusta ini gratis alias tanpa biaya. Jadi tidak ada alasan untuk menunda melakukan pemeriksaan.
Mengambil pepatah lama, lebih baik mencegah dari pada mengobati, lebih baik berobat daripada terkena cacat. Yuk, Cegah Disabilitas Pada Pasien Kusta! Untuk menuju asa Indonesia bebas Kusta!
Salam,
Yunniew
Narasumber yang hadir pada acara ini yaitu
1. Dr. dr. Sri Linuwih Susetyo, SpKK
Ketua Kelompok Studi Morbus Hansen (Kusta) Indonesia PERDOSKI, dan
2. Dul Amin
Ketua Kelompok Perawatan Diri (KPD) Kecamatan Astanajapura, Cirebon
Bersama-sama Mengambil Bagian, Cegah Disabilitas Pada Pasien Kusta
"Salah satu gejala penyakit kusta adalah bisa menyebabkan mati rasa, inilah membuat orang menganggap sepele pada penyakit ini. Tidak sakit kok, ya sudah dibiarkan saja!" ungkap Dr. dr. Sri Linuwih Susetyo, SpKK
Sering kali salah persepsi di masyarakat tentang gejala awal penyakit Kusta bahwa Kusta itu erat kaitannya dengan disabilitas. Padahal jika lebih teliti, disabilitas pada pasien kusta bisa dicegah dengan deteksi dini penyakit kusta.
Pada dasarnya penyakit Kusta bisa disembuhkan, tanpa menyebabkan kecacatan. Asalkan pasien lebih jeli menangkap gejala awal Kusta, dan mencari diagnosis yang tepat hingga dibuktikan bahwa gejala itu bukan kusta. Apa gejala awal penyakit kusta?
Gejala Awal Penyakit Kusta
Menurut Ketua Kelompok Studi Morbus Hansen (Kusta) Indonesia PERDOSKI, Dr. dr. Sri Linuwih Susetyo, SpKK kuman kusta itu sendiri menyerang jaringan syaraf yang bisa menyebabkan mati rasa, kelumpuhan dan kekeringan pada kulit.
Karena menyebabkan mati rasa maka masyarakat tidak berupaya untuk melakukan pengobatan. Wong ga sakit kok, Ngapain berobat! Begitu ungkapan yang sering di dengar dari para penderita Kusta yang awalnya menjadi disabilitas.
Padahal jika didiagnosa dan ditangani sejak awal penyakit kusta bisa sembuh tanpa harus menjadi cacat.
Masih menurut dokter Sri Linuwih, meski memang kecenderungan penyakit Kusta adalah menyebabkan cacat, tetapi hal ini amat sangat mungkin bisa dicegah, bahkan dengan pengobatan rutin kusta bisa disembuhkan.
"Sebenarnya kecenderungan untuk disabilitas Iya! Namun, jika diketahui sejak dini, disabilitas bisa dicegah!" lanjut dokter Sri Linuwih.Berikut gejala awal penyakit Kusta, seperti yang disebutkan oleh Ibu narasumber pada pagi hari itu.
- Adanya bercak putih atau kemerahan pada kulit
- Bercak bisa berjumlah satu atau lebih
- Mati rasa pada area bercak
- Biasanya terdapat bercak punggung, tungkai atau lengan, kaki, bahkan mata.
- Tidak sembuh dengan pengobatan penyakit kulit biasa
- Tidak sakit, tidak gatal, dan cenderung mati rasa.
Peran Kelompok Perawatan Diri Dalam Mengedukasi Penderita Kusta
Ketua Kelompok Perawatan Diri (KPD) Kecamatan Astanajapura Cirebon, bapak Dul Amin menyebutkan jika pada penderita kusta terdapat luka yang tidak dirawat, tentu saja akan terlihat kotor dan membuat orang semakin 'ngeri' terhadap penderita kusta.
Padahal, jika dirawat dengan baik, luka pada penderita kusta sangat mungkin terlihat bersih. Bersama dengan 20 anggota KPD lainnya di kecamatan Astanajapura Cirebon, bapak Dul Amin mengajak masyarakat pasien kusta untuk rajin merawat luka.
"Kami mengadakan pertemuan satu kali sebulan, untuk membantu mengedukasi masyarakat agar merawat luka kusta dengan baik. Perawatan luka kusta tidak hanya mengandalkan dari faskes saja, perawatan luka kusta juga bisa dilakukan di rumah" Terang Ketua Kelompok Perawatan Diri (KPD) Kecamatan Astanajapura, Cirebon ini.
Sebagai orang yang Pernah Mengalami Kusta (PMK) bapak Dul Amin, bersama dengan anggota KPD lainnya yang berlatar belakang sama, berharap dengan adanya KPD ini semakin banyak masyarakat paham bagaimana cara merawat luka pada pasien kusta.
Merawat Luka Kusta Ala KPD Astanajapura Cirebon
Dengan sangat antusias, bapak Dul Amin menjelaskan bahwa penyakit kusta itu terjadi karena ketidaktahuan masyarakat terhadap gejala awal penyakit kusta.
Saya cukup kaget mengetahui bahwa ternyata bapak Dul Amin merupakan orang dengan PMK yang mengalami disabilitas pada bagian jari kedua tangannya.
Beliau berkisah awal mula terkena penyakit kusta. Pada tahun 2008, saat itu beliau memiliki bercak di punggung, saat itu beliau berobat ke dokter umum, namun tidak didiagnosa sebagai penyakit kusta.
Padahal menurutnya, jika dirinya mengetahui informasi tentang kusta di awal tentu disabilitas tidak akan terjadi.
Karena ketidaktahuan inilah yang menyebabkan kusta pada dirinya bertambah parah. Namun, tidak ada peristiwa tanpa hikmah, lewat dirinya mengalami luka akibat kusta ini, Ia sekarang mampu memberikan edukasi perawatan diri dan pencegahan kusta di kecamatan Astanajapura, Cirebon.
Setiap bulan kelompok Perawatan Diri ini mengedukasi masyarakat agar merawat luka dengan baik. Cara yang dilakukan oleh kelompok ini sebenarnya cukup sederhana, yaitu dengan terlebih dahulu melakukan perendaman pada bagian luka kusta setidaknya 20 menit,kemudian dilanjutkan dengan menggosok luka kusta dengan batu apung.
Cara ini, menurut laki-laki yang berusia sekitar 40 tahunan ini, luka kusta tidak terlihat kotor. Senada dengan ungkapan tersebut, Ketua Kelompok Studi Morbus Hansen (Kusta) Indonesia PERDOSKI, dokter Sri Linuwih juga menyebutkan bahwa pasien kusta yang mengalami disabilitas wajib melakukan prinsip 3M.
"Prinsip 3M pada perawatan luka pasien kusta yaitu Memeriksa, Merawat dan Melindungi bagian tubuh yang luka. Jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan ke Puskesmas terdekat."
Pasien Kusta Bisa disembuhkan!
Berkaca dari kasus bapak Dul Amin, dokter Sri Linuwih mengingatkan bahwa jangan puas dengan berobat seadanya. Pasien kusta atau yang memiliki gejala awal kusta harus membuktikan bahwa bercak di tubuh itu bukan kusta.
Karena sangat besar peluang Kusta untuk sembuh. Bahkan pada saat minum obat dosis pertama, obat kusta bisa membunuh 95% bakteri penyebab kusta. Jika diminum secara teratur tanpa jeda, pasien kusta bisa sembuh seperti sediakala.
"Saya mengalami pengobatan selama satu 12 bulan tanpa jeda!" Terang pak Dul Amin, sebagai orang yang Pernah Mengalami Kusta (PMK).
Obat Kusta Membunuh Hingga Kuman Dormant
Mengapa pengobatan kusta bisa begitu lama, sedangkan pada pengobatan dosis pertama saja, obat kusta mampu membunuh kuman Kusta hingga 95%?
Masih menurut dokter Sri Linuwih, narasumber pagi itu, pengobatan yang lama tersebut untuk membunuh tuntas kuman penyebab penyakit kusta. Pengobatan ini juga bertujuan mematikan kuman yang tertidur (dormant) di dalam tubuh.
Mengapa Minum Obat Kusta Tanpa Jeda?
Mengapa pengobatan kusta tanpa jeda? Bapak Dul Amin mengatakan bahwa dirinya harus meminum obat Kusta tanpa jeda selama satu tahun. Jika terlupa maka dirinya harus mengulang pengobatan dari awal.
Hal ini juga ditanyakan kepada dokter Sri Linuwih, menurut buk dokter pengobatan rutin tanpa berhenti ini diharapkan agar menjaga kestabilan pengaruh obat di dalam tubuh. Hal ini juga bertujuan agar bakteri penyebab kusta yang ada di dalam tubuh menjadi tidak kebal (resistant).
Pengobatan Kusta Gratis! Ayo, Berobat ke Puskesmas
Sesuai dengan pencapaian target Pemerintah untuk menjadikan penderita kusta kurang dari satu per satu juta penduduk, maka jika masyarakat ada yang mengalami gejala penyakit seperti Kusta, segera ke Puskesmas terdekat.
Ketika penyakit kusta didiagnosis sejak awal, peluang terjadinya disabilitas bisa dicegah. Dengan pengobatan 6 hingga 9 bulan untuk kusta kering dan 12 hingga 18 bulan untuk kusta basah, penyakit kusta bisa disembuhkan.
Dan pengobatan kusta ini gratis alias tanpa biaya. Jadi tidak ada alasan untuk menunda melakukan pemeriksaan.
Mengambil pepatah lama, lebih baik mencegah dari pada mengobati, lebih baik berobat daripada terkena cacat. Yuk, Cegah Disabilitas Pada Pasien Kusta! Untuk menuju asa Indonesia bebas Kusta!
Salam,
Yunniew
Semoga kita bisa menjaga kesehatan sehingga terhindar dari kusta. Bagi rekan penyintas kusta semoga tetap semangat dan kita dapat bijak menerimanya.
BalasHapusDampak dari penyakit kusta ternyata sebahaya ini. Dan untungnya, ada yang memberikan program gratis untuk mencegah disabilitas pada penderita kusta. Mantaps jiwa :D
BalasHapusterimakasih sudah berbagi pengalaman saat mengikuti acaranya kak
BalasHapusIni nih yaang bikin masalah kusta seperti gunung es. Dari jauh keliatan puncaknya aja, aslinya di bawah2 banyaaaaak banget, ya karena stigma negatif ini. Kan jadi males berobat takut dikucilkan takut dapat perlakuan ngga adil :(
BalasHapusNice info. Semoga kita selalu diberi kesehatan dan jauh dari penyakit ini. Dan untuk penderitanya agar cepat sembuh seperti sedia kala
BalasHapusBener sih kak, kalo kata orang sini juga gitu " lah ga sakit ngapain berobat ". Belum tau dia kalo penyakitnya bisa saja seperti kusta, apa salahnya pergi ke dokter untuk diperiksa.
BalasHapusAngka yang perlu menjadi perhatian bersama untuk bisa bersama mengurangi atau bahkan mencapai target kurang dari 1/1000000 ya mb. Semoga kita bisa bersama mengurangi dan menghilangkan stigma tidak baik tentang kusta
BalasHapusWah, ngeri juga ya, sampai bisa menyebabkan disabilitas. Pengobatannya juga lama ya. Tapi setidaknya masih ada harapan untuk sembuh
BalasHapusSedih kalau sampai ada yang judge para penyitas kusta atau penderitanya. Bagaimana pun mereka adalah manusia yang berhak sejahtera. 🥲
BalasHapusMencegah disabilitas akibat kusta itu susah banget lo... Sama susahnya dengan mengubah stigma negatif masyarakat thd penyakit ini...
BalasHapusMenarik sekali tulisan ini. Saya jadi lebih paham seputar penyakit kusta
BalasHapusKarena seringnya itu stigma masyarakat yg mengucilkan penderita kusta ya bikin mereka enggan berobat :( pdhl bisa sembuh dan gak disabilitas kalau cepet ditangani. Semoga sosialisasinya lancar terus biar masyarakat makin aware
BalasHapusSebelum ini saya tidak paham bagaimana penyakit kusta yang menyerang bagian kulit bisa menyebabkan kelumpuhan. Ternyata kuman kusta itu bisa menyerang jaringan syaraf yang bisa menyebabkan mati rasa, kelumpuhan dan kekeringan pada kulit, ya..
BalasHapusPR banget untuk Indonesia di bagia edukasi masyarakat. Budaya ngeyel masyarakat yang kadang lebih percaya mitos yang harus bener-bener dihilangkan.
BalasHapusMasih banyak stigma negatif kalau kusta adalah penyakit kutukan. Memang lagi-lagi masih perlu edukasi disabilitas pada pasien kusta bisa dicegah dengan deteksi dini penyakit kusta.
BalasHapusWah ngeri juga ya klu dibiarin gtu aja.. Sayangnya masih banyak yang awam masalah penyakit kusta ini. Makasih informasinya ya Kak
BalasHapusAlhamdulillah kalau sudah ada obatnya, semoga sehat selalu kita semua, hilangka juga stigma negatif tentang penyakit ini.
BalasHapussenang banget ya bisa ikut webinarnya nambah ilmu tentang penyakit ini kak, sehingga jadi lebih hati-hati dalam menghadapi penyakit ini
BalasHapusIndonesia bebas kusta itu harus dan saatnya saling menguatkan satu sama lainnya
BalasHapusAdanya program yang dilakukan oleh KBR ini menjadi salah satu upaya agar edukasi tentang kusta bisa tersebar lebih luas ya.
BalasHapusBtw, gejalanya sebenarnya agak ngeri ya. Karena kalo g aware tahu2 udah parah kan ngeri. Padahal kalo dicurigai sejak dini bisa segra diobati